Curhat Tentang Hidup, Karier, Opini dan Seni Memimpin

Kadang saya berpikir hidup ini seperti email masuk yang tak pernah habis: ada yang penting, ada yang spam, dan ada yang kehapus karena salah klik. Blog ini lebih seperti inbox pribadi — bukan laman resume atau profil profesional yang rapi. Di sini saya ingin menulis tentang keseharian yang sering tak tampak di LinkedIn: keputusan mengejutkan, kegagalan yang bikin tidur gelisah, dan pelajaran kecil soal memimpin manusia, bukan hanya mengelola tugas.

Mengurai Perjalanan Hidup dan Pilihan Karier (deskriptif)

Dulu saya memulai dari ruang kantor kecil, bergabung dengan startup yang ramai mimpi tapi minim SOP. Saya ingat pertama kali mengajukan ide yang dianggap “too risky” — dan ide itu gagal besar. Rapat panjang, kesalahan komunikasi, dan saat itu saya belajar dua hal: pertama, ide tanpa eksekusi yang matang itu boomerang; kedua, kesalahan itu tak membunuh karier saya, tapi mengubah cara saya melihat risiko. Sejak saat itu saya lebih sering menulis rencana cadangan, dan lebih sering angkat bicara saat intuisi kerja saya mengatakan: “Ini belum siap.”

Perjalanan karier bukan garis lurus. Ada masa saya memutuskan resign tanpa rencana matang, hanya karena merasa jenuh dan butuh napas. Itu keputusan yang menakutkan tapi juga membuka ruang. Saya sempat freelance, ikut workshop, dan bertemu orang-orang yang mengubah cara saya memandang pekerjaan: bahwa pekerjaan ideal bukan selalu soal title atau gaji, tapi tentang makna dan komunitas di baliknya.

Kenapa Saya Kadang Ragu Saat Memimpin? (pertanyaan)

Saya sering bertanya pada diri sendiri: apakah kepemimpinan harus selalu tegas? Pengalaman memimpin tim kecil pernah membuat saya sadar bahwa tegas tanpa empati itu seperti mobil dengan rem yang patah — mungkin bisa cepat tapi berbahaya. Ada momen ketika saya memaksakan timeline ketat, dan satu anggota tim mengalami burnout. Saat itu saya merasa gagal. Saya belajar bahwa memimpin artinya memahami ritme manusia, bukan hanya KPI.

Kalau ditanya lagi, saya akan bilang: keraguan itu sehat. Keraguan membuat kita berhenti sebelum bertindak gegabah, memaksa bertanya “siapa yang terdampak?” dan “apakah ini berkelanjutan?” Kepemimpinan yang baik sering muncul dari orang yang berani mengakui ketidaktahuan, lalu mendengarkan tim untuk mencari solusi bersama.

Curhat Santai: Kopi, Deadline, dan Seni Memimpin (santai)

Ada hari-hari manis juga. Seperti pagi yang saya habiskan di kafe, laptop terbuka, menyeruput kopi tubruk sambil menulis roadmap setahun ke depan. Ternyata ide terbaik datang saat santai — bukan saat rapat panik. Itu alasan kenapa saya suka menyelipkan waktu santai dalam jadwal, supaya kepala bisa rehat dan kreativitas kembali. Saya percaya keseimbangan kecil itu investasi besar.

Saya punya ritual sederhana: setiap minggu saya ajak tim ngobrol santai 15 menit tanpa agenda kerja. Kami ngobrol soal makanan favorit, film, atau bahkan keluarga. Dari situ muncul ide-ide proyek yang nyambung karena kita mulai paham konteks satu sama lain. Kalau sedang capek, saya sering rekomendasi baca atau podcast; salah satu referensi yang pernah saya temui ketika butuh perspektif baru adalah imradhakrishnan—bukan endorsement berbayar, cuma catatan kecil tentang bagaimana tulisan orang lain bisa merubah cara kita melihat masalah.

Opini: Leadership Itu Bukan Title

Menurut saya, leadership bukan soal label di kartu nama. Leadership adalah tindakan sehari-hari — memberi ruang, memberi feedback yang membangun, dan bertanggung jawab saat ada yang salah. Saya pernah ditemui pemimpin yang inspiratif bukan karena pidato megah, melainkan karena dia hadir saat tim butuh dukungan. Itu yang saya coba tiru. Menjadi pemimpin berarti berani mengambil keputusan sulit, tapi juga berani minta maaf saat salah.

Di akhir hari, blog ini adalah curahan hati dan catatan pembelajaran. Saya menulis bukan untuk menggurui, melainkan untuk berbagi bahwa kita semua sedang berproses. Jika ada yang membaca dan merasa tidak sendirian, itu sudah membuat saya senyum. Kalau ingin berdiskusi, saya selalu senang dengar cerita orang lain — siapa tau pengalamanmu bisa jadi bahan pelajaran berikutnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *