Judul ini sebenarnya terasa sederhana tapi berat kalau dipikir-pikir: Catatan Jalan Hidup. Kita semua punya jalan yang berliku, penuh tikungan, kadang tanjakan curam, kadang turunan yang bikin napas lega. Di blog pribadi ini saya ingin mencatat sedikit tentang karier, opini, dan pelajaran kepemimpinan yang saya dapati sepanjang perjalanan. Bukan panduan sakti. Hanya catatan, seringkali berantakan, tapi jujur.
Mulai Dari Mana? (Informasi singkat buat yang bingung)
Karier tidak selalu linear. Saya pernah memulai dari pekerjaan yang tidak saya duga akan saya tekuni selama berbulan-bulan. Ada masa saya berpikir, “Ini bukan aku,” lalu saya tetap bertahan, belajar sedikit demi sedikit. Ada pula saat pindah kerja yang terasa seperti lompatan maut — gaji naik, tanggung jawab naik juga. Dari situ saya belajar satu hal sederhana: jangan takut ketinggian, takutnya bukan mencoba. Setiap pekerjaan mengajarkan skill yang tak tertulis di CV: bagaimana bicara dengan orang sulit, bagaimana menata waktu saat semuanya menumpuk, dan bagaimana menerima bahwa kita kadang salah.
Ngobrol Santai: Opini tentang “Hustle Culture” dan Baper Kerja
Jujur, saya capek melihat kata-kata seperti “grind”, “hustle”, dan “24/7 productivity” dipuja. Kerja keras penting, tapi hidup bukan hanya soal kerja. Teman saya pernah bilang, “Kalau kerja terus, kapan jadi manusia?” Saya tertawa tapi setuju. Opini saya: produktivitas itu butuh batas. Waktu untuk makan siang yang tenang, ngobrol iseng dengan rekan, dan tidur yang cukup—itu investasi juga. Ada tulisan menarik yang saya temukan di imradhakrishnan yang mengingatkan bahwa keseimbangan bukan sekadar kata keren; itu praktik yang harus dilatih.
Pelejaran Kepemimpinan: Bukan Tentang Jabatan
Ketika saya akhirnya diberi tanggung jawab memimpin tim kecil, ekspektasi saya sederhana: arahkan, beri target, dan kami jalan. Kenyataannya, memimpin jauh lebih personal. Kepemimpinan adalah soal membangun kepercayaan, mendengarkan ketika seseorang butuh ruang, dan mengakui ketika kita salah. Ada momen lucu—saya pernah memberi tugas penting dua hari sebelum libur panjang, berharap tim akan bereskan. Nyatanya, itu bikin panik. Sejak itu saya belajar memberi ruang perencanaan dan menghormati ritme kerja orang lain. Kepemimpinan yang baik bukan soal memerintah; ia soal membuat orang di sekitar kita merasa aman untuk melakukan yang terbaik.
Cerita Kecil: Kesalahan yang Malu Tapi Berfaedah
Saya ingat sekali hari pertama presentasi besar di depan klien penting. Laptop nge-hang. Jantung deg-degan. Saya panik, mikir kabur, sampai akhirnya salah satu anggota tim bilang santai dan mulai menyela dengan cerita ringan yang membuat klien tertawa. Presentasi berlanjut. Setelah itu saya sadar, situasi nggak selalu sempurna. Cara kita merespons — tenang, jujur, dan cepat mencari solusi — seringkali lebih menentukan daripada kesiapan teknis semata. Sejak kejadian itu saya rajin backup file, tapi yang lebih penting adalah: latih reaksi saat keadaan kacau.
Prinsip-Prinsip yang Saya Pegang
Ada beberapa prinsip sederhana yang saya coba pegang: pertama, komunikasikan harapan dengan jelas. Kedua, belajar lebih banyak daripada menghakimi. Ketiga, investasikan waktu untuk mentor dan mentee; belajar dari orang yang lebih tua dan membantu yang lebih muda itu dua arah yang saling menguntungkan. Keempat, sisihkan waktu untuk refleksi. Saya biasanya menulis catatan kecil setiap minggu—apa yang berjalan baik, apa yang bisa diperbaiki, siapa yang perlu diberi apresiasi. Praktik sederhana itu memperbaiki banyak hal kecil sebelum menjadi masalah besar.
Di akhir hari, karier dan kepemimpinan adalah jalan yang sama-sama memerlukan ketabahan dan keluwesan. Kita tidak perlu menjadi sempurna. Cukup menjadi manusia yang mau belajar. Tulis ulang tujuanmu ketika perlu, ucapkan maaf jika salah, dan berterimakasihlah kepada mereka yang ikut di perjalanan. Hidup jalan terus; catatan ini hanya secuil dari perjalanan saya yang masih panjang. Kalau kamu sedang di persimpangan, tahu, kadang pilihan terbaik adalah berjalan pelan tapi pasti.