Ceritaku Tentang Hidup, Karier, Opini dan Seni Memimpin

Ceritaku Tentang Hidup, Karier, Opini dan Seni Memimpin

Aku selalu menulis ketika ada waktu luang—bukan untuk pamer, tapi supaya ingatan tidak hilang begitu saja. Hidup terasa seperti serangkaian momen kecil yang, kalau dirangkai, membentuk pola yang lebih besar. Kadang pola itu rapi. Kadang berantakan. Aku tidak punya jawaban untuk semua hal. Namun ada beberapa pelajaran yang menempel dan ingin kubagikan di sini.

Kenapa hidup itu bukan tentang tujuan akhir?

Pernah kukira kalau sampai di “tujuan” hidup, semuanya akan tenang. Nyatanya, tiba di satu titik cuma membuka pintu ke ruang lain yang harus kuurus. Hidup itu lebih soal bagaimana kita berjalan setiap hari. Ada pagi-pagi yang penuh energi dan ada hari ketika bangun saja berat. Yang membantu adalah kebiasaan kecil: menulis tiga hal syukur sebelum tidur, berolahraga ringan, atau memberi waktu untuk membaca. Kebiasaan itu ibarat pegangan saat badai datang.

Aku belajar untuk memberi ruang pada ketidakpastian. Ketika rencana gagal, bukan berarti semuanya gagal. Gagal itu materi mentah untuk cerita yang lebih kaya. Ada rasa lega saat menerima ketidakpastian sebagai bagian dari proses, bukan musuh yang harus dimusnahkan.

Bagaimana karierku berkembang—dan salah langkah yang mestinya kuhindari

Karierku tidak pernah linier. Ada saatku pindah pekerjaan karena gaji, ada juga yang karena ingin belajar hal baru. Sering kubaca nasihat “ikuti passion”, namun pengalaman mengajarkanku bahwa passion perlu dipasangkan dengan keterampilan dan kesempatan. Aku pernah menolak proyek besar karena takut, lalu menyesal ketika melihat rekan yang lebih berani mendapat pelajaran berharga. Ada harga untuk segala pilihan.

Salah satu pelajaran paling konkret: jangan takut untuk menanyakan gaji dan menegosiasinya. Dulu aku terlalu sopan, sampai merasa underpaid selama bertahun-tahun. Pelan-pelan aku belajar nilai diriku. Selain itu, jaringan itu nyata manfaatnya. Bertemu orang baru di acara kecil, ngobrol santai di komunitas, membuka peluang tak terduga. Aku juga mulai menulis online—kadang singkat, kadang panjang—sebuah cara untuk merekam pemikiran dan menarik kesempatan. Satu tulisan yang kubuat pernah dikutip oleh seorang teman yang bekerja di luar negeri; dari situ tawaran kolaborasi datang.

Apa opiniku soal kerja keras vs kerja cerdas?

Aku percaya kerja keras itu penting. Tapi kerja keras tanpa arah bisa jadi sibuk saja. Kerja cerdas berarti memilih prioritas, belajar delegasi, dan memaksimalkan sumber daya. Ada masa ketika aku mengerjakan semuanya sendiri karena takut beban ditumpahkan ke orang lain. Hasilnya: burnout. Pelan-pelan aku belajar mempercayai tim, memberi ruang pada orang lain, dan fokus pada hal yang benar-benar memerlukan kehadiranku.

Opini lain: kritik itu hadiah. Tidak semua kritik enak didengar. Namun jika dipilah, yang membangun biasanya muncul berulang-ulang. Ambil yang berguna, buang yang menjatuhkan tanpa alasan. Selain itu, jangan takut berbeda pendapat. Menjadi minoritas dalam rapat itu wajar. Yang penting adalah menyampaikan pendapat dengan jelas, bukan memaksakan kebenaran.

Seni memimpin: lebih banyak mendengar daripada berbicara

Pemimpin yang baik tidak selalu yang paling berwibawa di depan. Banyak yang kupelajari tentang memimpin dari hal sederhana—mendengarkan rekan yang bercerita masalah rumah, mengakui kesalahan ketika salah, atau memberi pujian kecil ketika seseorang berhasil. Kepemimpinan bagiku adalah tentang membuat orang lain merasa aman untuk bertumbuh.

Ada teknik sederhana yang sering kumainkan: ketika ada konflik, aku mulai dengan bertanya, bukan menilai. “Bisa ceritakan versimu?” cukup membuka ruang dialog. Kadang solusi terbaik muncul dari percakapan itu sendiri. Aku juga berpikir bahwa pemimpin sejati membuat diri mereka tidak terlibat dalam setiap detail; mereka membentuk budaya yang memungkinkan tim mengambil keputusan dengan keyakinan.

Di perjalanan ini aku menemukan banyak inspirasi dari tulisan dan pengalaman orang lain. Satu sumber yang pernah kutemui membantu merapikan beberapa ide tentang kepemimpinan dan komunikasi. Kalau mau melihat sudut pandang yang lain, pernah kubaca juga di imradhakrishnan—berguna sebagai bahan perbandingan dan refleksi.

Akhir kata, cerita ini bukan pelajaran mutlak. Ini hanya sekumpulan refleksi dari yang pernah aku alami—cacat, lucu, kadang menyakitkan. Semoga ada yang resonan, mungkin sebuah ide kecil yang bisa kamu bawa ke hidupmu sendiri. Kita terus belajar. Dan syukurlah, belajar itu tidak pernah usai.